Selasa, 05 November 2013

Keutamaan Sedekah Hari Jumat


kotak sedekahSedekah hari apa pun sangat utama. Namun, khusus hari Jumat, Allah memberinya pahala “lebih”, apalagi pada bulan Ramadhan seperti sekarang. Pasalnya, hari Jumat merupakan hari yang utama dalam Islam, lebih utama lagi hari Jumat dalam bulan Ramadhan. Ada gabungan keberkahan dari keduanya –Jumat dan Ramadhan.
“Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat waktu mustajab. Bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan berdoa kepada Allah niscaya akan dikabulkan…” (Muttafaqun ‘Alaih).
“Sesungguhnya sedekah pada hari Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti sedekah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.” (Ibnul Qayyim, Zadul Ma’ad).
“Dan sedekah pada hari itu (Jumat) lebih mulia dibanding hari-hari selainnya”. (HR Ibnu Khuzaimah, Mauquf Shahih). Wallahu a’lam. (mel/ddhongkong.org).*

9 Keutamaan Sedekah

Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Sungguh keajaiban sedekah ini memiliki keutamaan yang besar. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan  orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar Al Haitami mengumpulkan ratusan hadits mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, meskipun hampir sebagiannya perlu dicek keshahihannya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah. Semoga kita senantiasa diberinikmat dan kesadaran untuk bersedekah. vladimir prelovac

Keutamaan Sedekah

Diantara keutamaan bersedekah antara lain:
1. Sedekah dapat menghapus dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة تطفىء الخطيئة كما تطفىء الماء النار
“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)
Adapun dalam hal diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar ‘impas’ tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)
2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:
رجل تصدق بصدقة فأخفاها، حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه
“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)
3. Memberi keberkahan pada harta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)
Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: “Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi ‘impas’ tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut ‘impas’ tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya.”
4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)
5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.
من أنفق زوجين في سبيل الله، نودي في الجنة يا عبد الله، هذا خير: فمن كان من أهل الصلاة دُعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دُعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصدقة دُعي من باب الصدقة
“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)
6. Menjadi bukti keimanan seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة برهان
“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)
An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”
7. Membebaskan dari siksa kubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‏إن الصدقة لتطفىء عن أهلها حر القبور
“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)
8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يا معشر التجار ! إن الشيطان والإثم يحضران البيع . فشوبوا بيعكم بالصدقة
“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)
9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:
مثل البخيل والمنفق ، كمثل رجلين ، عليهما جبتان من حديد ، من ثديهما إلى تراقيهما ، فأما المنفق : فلا ينفق إلا سبغت ، أو وفرت على جلده ، حتى تخفي بنانه ، وتعفو أثره . وأما البخيل : فلا يريد أن ينفق شيئا إلا لزقت كل حلقة مكانها ، فهو يوسعها ولا تتسع
“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)
Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil untuk bersedekah? Semoga dimudahkan ya akhiy, ukhty…

TERBACA ( 19442 ) KALI
Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.” [HR Thabrani]

Keutamaan Puasa Bulan Muharram dan Hari 'Asyura..




Disunnahkan mempernyak puasa pada bulan Muharram;
Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“Puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram.”
...
Terutama puasa tanggal 9 (Tasu'a) dan 10 ('Asyura) Muharram, minimal tanggal 10 saja;

“Puasa hari ‘Asyura (10 Muharram), aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa setahun yang lalu.”

Disunnahkan juga puasa Tasu’a (9 Muharram).

Tahun ini 2011, Insya Allah bertepatan hari SENIN dn SELASA 5 & 6 Desember 2011.
Semoga Allah Memudahkan..
Hadis-Hadis Seputar Puasa ‘Asyura:
1. Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, bersabda :
“ Aku berharap pada Allah dengan puasa ‘Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata :
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam , berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan bulan Ramadhan.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata :
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari‚ Asyura, maka Beliau bertanya : “Hari apa ini?. Mereka menjawab :“ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun bersabda:
“Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian“
Maka beliau berpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa.
(H.R. Bukhari dan Muslim)
4. Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda :
“Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“
(H.R. Bukhari dan Muslim)
5. Imam Ahmad dalam Musnadnya membawakan tambahan:
“Hari ‘Asyura adalah hari ketika perahu Nabi Nuh berlabuh di bukit Judiy, lalu Nabi Nuh berpuasa sebagai bentuk syukur.”
Bagaimana Berpuasa ‘Asyura ?
Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :
- Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (tgl 9, 10 & 11).
- Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits.
- Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
Puasa sebanyak tiga hari (9, 10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut :
1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat.
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari setiap bulan.

Keutamaan Puasa Arafah

5 Komentar // 11 October 2013
Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki  keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).
Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).
Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).

Keutamaan Puasa Arafah

5 Komentar // 11 October 2013
Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki  keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).
Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).
Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).


Keutamaan Puasa Arafah

5 Komentar // 11 October 2013
Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki  keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).
Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).
Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).

Keutamaan Puasa Arafah

5 Komentar // 11 October 2013
Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki  keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).
Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).
Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).

Apa hukumnya puasa enam hari bulan Syawal, apakah wajib?


Puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa wajib bulan Ramadhan adalah amalan sunnat yang dianjurkan bukan wajib. Seorang muslim dianjurkan mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal. Banyak sekali keutamaan dan pahala yang besar bagi puasa ini. Diantaranya, barangsiapa yang mengerjakannya niscaya dituliskan baginya puasa satu tahun penuh (jika ia berpuasa pada bulan Ramadhan). Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Abu Ayyub Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda: "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh."
(H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)
Rasulullah telah menjabarkan lewat sabda beliau:
"Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal selepas 'Iedul Fitri berarti ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Dan setiap kebaikan diganjar sepuluh kali lipat."
Dalam sebuah riwayat berbunyi:
"Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun."
(H.R An-Nasa'i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dengan lafazh:
"Puasa bulan Ramadhan setara dengan puasa sepuluh bulan. Sedang puasa enam hari bulan Syawal setara dengan puasa dua bulan. Itulah puasa setahun penuh."
Para ahli fiqih madzhab Hambali dan Syafi'i menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun penuh, karena pelipat gandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunnat. Dan juga setiap kebaikan dilipat gandakan pahalanya sepuluh kali lipat.
Salah satu faidah terpenting dari pelaksanaan puasa enam hari bulan Syawal ini adalah menutupi kekurangan puasa wajib pada bulan Ramadhan. Sebab puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari kiamat nanti akan diambil pahala puasa sunnat tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam :
"Amal ibadah yang pertama kali di hisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Allah Ta'ala berkata kepada malaikat -sedang Dia Maha Mengetahui tentangnya-: "Periksalah ibadah shalat hamba-hamba-Ku, apakah sempurna ataukah kurang. Jika sempurna maka pahalanya ditulis utuh sempurna. Jika kurang, maka Allah memerintahkan malaikat: "Periksalah apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat-shalat sunnat? Jika ia mengerjakannya maka tutupilah kekurangan shalat wajibnya dengan shalat sunnat itu." Begitu pulalah dengan amal-amal ibadah lainnya." H.R Abu Dawud
Wallahu a'lam.

Manfaat dan Keutamaan Ibadah Haji & Umrah


Segala puji hanya bagi Allah, shalawat serta salam kita sampaikan kepada Rasulullah, keluarganya dan para sahabatnya. Berikut ini adalah uraian yang terkandung padanya beberapa keutamaan dan manfaat ibadah haji. Aku katakan :
Ibadah haji merupakan sebuah ibadah dari berbagai macam ibadah yang Allah wajibkan. Allah jadikan ibadah ini sebagai salah satu dari lima pondasi (rukun) yang dengannya akan tegak agama Islam ini, dan ibadah haji ini juga merupakan sebuah ibadah yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya sebagaimana dalam hadits yang shahih:

 بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلاَّ الله وأن محمداً رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وصوم رمضان وحج بيت الله الحرام
“Islam dibangun di atas lima (rukun): (1) Persaksian bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah dan persaksian bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, (2) Mendirikan shalat, (3) Menunaikan zakat, (4) Berpuasa pada bulan Ramadhan, dan (5) Menunaikan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram.”

Sesungguhnya Rasulullah telah menunaikan ibadah haji bersama para shahabatnya pada tahun ke-10 Hijriyah. Dalam momen tersebut, beliau menjelaskan kepada umatnya tentang tata cara pelaksanaan ibadah ini, dan sekaligus beliau juga memberikan dorongan kepada umatnya untuk memperhatikan setiap yang diucapkan dan diamalkan oleh beliau dalam pelaksanaan ibadah tersebut. Beliau bersabda :

 خذوا عني مناسككم فلعلي لا ألقاكم بعد عامي هذا
“Ambillah oleh kalian dariku (meniru tata cara manasik yang telah aku ajarkan) dalam menunaikan manasik kalian, karena barangkali aku tidak bisa lagi bertemu dengan kalian setelah tahun ini.”

Oleh sebab itulah, haji beliau tersebut disebut dengan haji wada’ (haji perpisahan).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberikan semangat kepada umatnya untuk melaksanakan ibadah haji, menjelaskan tentang keutamaannya, serta menerangkan tentang janji Allah berupa pahala yang melimpah bagi siapa saja yang menunaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

 من حج ولم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه
“Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji, kemudian dia tidak mengucapkan kata-kata yang keji atau kotor serta tidak berbuat kefasikan, maka dia akan kembali bersih (dari dosa-dosa) seperti hari ketika dia dilahirkan oleh ibunya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلاَّ الجنة
“Dari umrah yang satu ke umrah berikutnya adalah sebagai penghapus dosa-dosa di antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tidaklah ada balasan baginya kecuali Al-Jannah.” [Muttafaqun ‘Alaihi, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Dsebutkan pula di dalam Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim) juga dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan:
 سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم أي العمل أفضل؟ قال: إيمان بالله ورسوله، قيل : ثم ماذا؟ قال: الجهاد في سبيل الله، قيل: ثم ماذا؟ قال: حج مبرور
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: ‘Amalan apakah yang paling utama?’ Maka beliau menjawab: ‘Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Ditanyakan kembali kepada beliau: ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Berjihad di jalan Allah.’ Dan ditanyakan kembali kepada beliau: ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Haji yang mabrur’.”

Dan di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu ketika dia masuk Islam:
أما علمت أن الإسلام يهدم ما كان قبله وأن الهجرة تهدم ما كان قبلها وأن الحج يهدم ما كان قبله
“Tidakkah engkau tahu bahwasanya Islam menghapus dosa-dosa (kejelekan) yang telah lalu, dan bahwasanya hijrah menghapus dosa-dosa (kejelekan) yang telah lalu, dan juga bahwasanya haji menghapus dosa-dosa (kejelekan) yang telah lalu.”

Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya dia berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يا رسول الله نرى الجهاد أفضل العمل أفلا نجاهد؟ قال: لا، ولكن أفضل الجهاد حج مبرور
“Wahai Rasulullah, kami mengetahui bahwa jihad adalah amalan yang paling utama, tidakkah kami juga ikut berjihad?” Beliau menjawab: “Bukan seperti itu, akan tetapi jihad yang paling utama (bagi wanita) adalah haji yang mabrur.”

Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas dan juga (dalil-dalil) yang lainnya, menjadi jelaslah bagi kita tentang keutamaan ibadah haji dan betapa besarnya pahala yang telah Allah persiapkan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah tersebut. Dan menjadi jelas pulalah bahwa besarnya pahala yang akan diraih itu adalah hanya bagi barangsiapa yang ibadah hajinya tergolong haji yang mabrur.

Maka apakah yang dimaksud dengan kemabruran ibadah haji yang dijanjikan oleh Allah pahala yang cukup besar itu?
Sesungguhnya kemabruran ibadah haji itu akan diraih dengan beberapa hal, yaitu hendaknya seorang muslim menunaikan ibadah hajinya dengan sempurna, mengikhlaskan amalannya tersebut semata-mata untuk mengharap wajah Allah ta’ala dan ketika menunaikan (manasik)nya sesuai dengan sunnah (dan tata cara yang pernah diajarkan oleh) Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan hendaklah dia menjaga pelaksanaan ibadah tersebut dengan mengamalkan segala yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.

Melaksanakan segala yang diperintahkan (oleh Allah) dan meninggalkan segala yang dilarang (oleh Allah) sebenarnya merupakan kewajiban seorang muslim sepanjang hidupnya. Akan tetapi kewajiban ini lebih ditekankan lagi pada waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu yang memiliki keutamaan. Karena Allah menciptakan makhluk-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya, yaitu taat kepada-Nya dengan melaksanakan segala yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya. Allah ta’ala berfirman:

 الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
“(Allah) yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalannya.” [Al-Mulk: 2]

 Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzariyat: 56]

Sehingga seorang muslim itu harus senantiasa berada di atas ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari kemaksiatan kepada-Nya, baik di tengah-tengah pelaksanaan ibadah haji, dan juga sebelum pelaksanaan ibadah haji ataupun setelahnya. Yang demikian ini adalah agar akhir kehidupannya ditutup dengan kesempurnaan yaitu dalam keadaan berada di atas kebaikan. Sehingga akhir hidupnya itu ditutup dalam keadaan baik dan terpuji, sebagaimana firman Allah ta’ala:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian sekali-kali mati melainkan dalam keadaan Islam.” [Ali ‘Imran: 102]


Dan juga firman Allah ta’ala:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu ‘al-yakin’ (kematian).” [Al Hijr: 99]

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 وإنما الأعمال بالخواتيم
“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada akhir kehidupannya.”

Dan di antara bentuk kebaikan yang dengannya akan diraih kemabruran ibadah haji adalah hendaknya bersemangat di tengah-tengah pelaksanaan ibadah hajinya untuk merenungi rahasia-rahasia dan pelajaran-pelajaran yang terkandung dalam ibadah haji tersebut dan juga memperhatikan beberapa manfaat (haji) yang sangat banyak, baik manfaat tersebut adalah manfaat yang bisa segera dirasakan, maupun manfaat yang baru bisa dirasakan setelah beberapa waktu kemudian. Secara umum manfaat-manfaat tersebut telah Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya :

 لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.” [Al-Hajj: 28]

Berikut ini adalah uraian beberapa manfaat dan rahasia (haji) sebagaimana yang telah isyaratkan dalam ayat di atas:

Sesungguhnya ikatan yang terjadi antara seorang muslim dengan Baitullah Al-Haram merupakan ikatan yang sangat kokoh. Di mana ikatan tersebut mulai tumbuh sejak ia menyatakan diri sebagai seorang muslim, dan ikatan ini akan terus menerus bersamanya selama ruh masih berada di kandung badan.

Maka seorang bayi yang dilahirkan dalam keadaan Islam, pertama kali yang menyentuh pendengarannya dari hal-hal yang Allah wajibkan adalah rukun Islam yang lima, yang salah satunya adalah malaksanakan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram.
Dan seorang kafir, apabila dia (masuk Islam dan) bersaksi dengan persaksian yang benar kepada Allah tentang keesaan-Nya dan juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah sebagaimana persaksian yang dilakukan oleh kaum muslimin, maka yang pertama kali diwajibkan kepadanya dari kewajiban-kewajiban dalam Islam setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram.

Rukun Islam setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan shalat lima waktu yang Allah wajibkan kepada kaum muslimin dalam setiap harinya, dan Allah jadikan ‘menghadap ke arah Baitullah Al-Haram’ sebagai salah satu syarat dari syarat-syarat shalat. Sehingga ikatan antara seorang muslim dengan Baitullah Al-Haram adalah terus-menerus dalam setiap hari, dia menghadap ke arahnya sesuai dengan kemampuan dirinya dalam setiap shalat yang dia laksanakan, baik shalat wajib maupun shalat nafilah (sunnah), sebagaimana dia juga menghadap ke arah Baitullah ketika berdoa.

Hubungan erat yang membuahkan keterikatan antara hati seorang muslim dengan rumah Rabbnya (Baitullah) yang bersifat terus menerus ini mau tidak mau akan mendorong seorang muslim untuk selalu ingin menghadapkan diri kepada Al-Baitul ‘Atiq (Baitullah), agar dengannya ia merasakan kenikmatan melihat rumah Allah dengan pandangan matanya dan agar tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji yang telah Allah wajibkan bagi siapa saja yang memiliki kemampuan untuk menunaikannya.

Maka bagi seorang muslim, kapan saja dia telah memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji, hendaklah ia bersegera untuk menunaikannya, sebagai kewajiban yang harus dilaksanakannya, dan dalam rangka berharap untuk dapat melihat rumah Allah yang ia menghadapkan wajah ke arahnya di setiap shalat, dan juga dalam rangka berharap agar dapat menyaksikan berbagai manfaat yang telah Allah diisyaratkan dalam firman-Nya:

 لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.” [Al-Hajj: 28]

Apabila seorang muslim telah sampai di Baitullah, dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri rumah yang paling mulia dan tempat yang paling suci di muka bumi, yaitu Ka’bah Al-Musyarrafah (yang dimuliakan), sebagai tempat pertemuan bagi seluruh kaum muslimin di dalam shalat-shalat mereka, baik kaum muslimin dari belahan bumi timur maupun barat. Dia pun juga menyaksikan kaum muslimin berdiri mengitari Ka’bah membentuk formasi lingkaran tatkala melaksanakan shalat, lingkaran paling kecil adalah yang ada di sekitar (paling dekat) Ka’bah, kemudian lingkaran yang berikutnya dan seterusnya sampai lingkaran yang terbesar di ujung dunia.

Di dalam shalat-shalatnya, kaum muslimin senantiasa dalam keadaan menghadap ke arah rumah Allah, mereka seperti titik-titik yang membentuk lingkaran, baik yang kecil maupun yang besar, dengan rumah Allah (Ka’bah Al-Musyarrafah) sebagai pusatnya.
Ketika Allah telah memudahkan bagi seorang muslim untuk berangkat menunaikan ibadah haji ke Baitullah, dan kemudian ketika ia sampai ke miqat sebagaimana yang telah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memulai ihram, maka dia pun melepas semua pakaiannya kemudian menggantinya dengan pakaian ihram yaitu  mengenakan sarung pada bagian bawah tubuhnya dan memakai selempang pada bagian atasnya kecuali kepala (dalam keadaan kepalanya terbuka).

Maka dalam keadaan pakaian yang demikian, semua jama’ah haji berada dalam keadaan yang sama. Tidak ada bedanya antara yang kaya dengan yang miskin, dan juga antara pemimpin dengan rakyat. Kesamaan mereka dalam keadaan seperti ini mengingatkan kepada kesamaan dalam memakai kain kafan ketika meninggal dunia. Karena ketika seorang muslim meninggal dunia, maka semua pakaiannya dilepas kemudian dibungkus dengan beberapa kain (kafan). Sehingga dalam hal ini tidak ada bedanya antara seorang yang kaya dengan yang miskin.

Apabila seorang jama’ah haji melepas pakaiannya kemudian menggantinya dengan pakaian ihram, maka hal ini mengingatkannya kepada sebuah kematian yang merupakan akhir dari kehidupannya di dunia ini untuk kemudian memulai kehidupan di akhirat. Sehingga dengan hal ini, dia akan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi kematian yang akan menjemputnya dengan berbagai amalan yang shalih dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Persiapan tersebut adalah sebagai bekal bagi dirinya menuju akhirat, sebagaimana yang Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:

 وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” [Al-Baqarah: 197]

Oleh sebab itulah, ketika ada seseorang yang bertanya kepada Nabi: “Kapankah datangnya hari kiamat?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”

Sebuah peringatan dari Nabi shalawatullahi wasalamuhu ‘alaihi bahwa sesuatu yang paling penting bagi diri seorang muslim adalah agar seharusnya dia senantiasa memperhatikan beberapa hal yang akan dihadapinya setelah kematian. Kemudian dia bersiap-siap menghadapinya pada setiap keadaannya dengan melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

Kemudian apabila seorang muslim telah masuk pada pelaksanaan ibadah haji, dia akan bertalbiyah dengan mengucapkan kalimat-kalimat tauhid sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

 لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
“Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu yang tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat dan kekuasaan hanyalah milik-Mu, yang tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Dia mengucapkan talbiyah ini dalam keadaan dirinya merasakan kandungan kalimat tersebut, berupa tauhid (mengesakan) Allah dalam ibadah, bahwasanya Allah adalah satu-satu Dzat yang dikhususkan pada-Nya semua bentuk peribadatan tanpa selain-Nya. Sebagaimana Dia subhanahu wata’ala sebagai satu-satunya Dzat yang menciptakan dan mewujudkan makhluk, maka wajib untuk menjadikan Dia sebagai satu-satunya Dzat yang diibadahi tanpa selain-Nya, siapapun dia. Dan memalingkan (mempersembahkan) salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah merupakan bentuk kezhaliman yang paling zhalim dan kebatilan yang paling batil.

Kalimat yang diucapkan oleh seorang muslim tersebut adalah sebagai sambutan terhadap panggilan Allah kepada para hamba-Nya dalam pelaksanaan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram. Dengannya seorang muslim akan merasakan betapa agungnya kedudukan Sang Penyeru, yaitu Allah dan betapa pentingnya sesuatu yang diserukan itu. Sehingga dia berusaha untuk memenuhi panggilan tersebut sesuai dengan tata cara yang diridhai oleh Allah ta’ala, dan dia pun mengetahui bahwa inti dari ibadah haji dan juga ibadah-ibadah yang lainnya adalah

Ikhlas kepada Allah, sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam kalimat tauhid yang terkandung dalam talbiyah di atas.

Mutaba’ah (mencontoh/mengikuti) petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam pelaksanaan manasik haji, beliau bersabda:

 خذوا عني مناسككم
“Ambillah oleh kalian dariku (meniru tata cara manasik yang telah aku ajarkan) dalam menunaikan manasik kalian.”

Ketika seorang muslim telah sampai di Ka’bah yang mulia, dia akan menyaksikan pelaksanaan ibadah thawaf yang ada di sekitar Ka’bah, yang mana thawaf ini tidak boleh dilaksanakan dalam syarilat Islam kecuali dikhususkan pada tempat ini saja. Semua bentuk pelaksanaan thawaf yang dilakukan pada selain tempat ini, maka itu merupakan syari’at dari setan, serta pelakunya diancam dengan firman Allah ta’ala:

 أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai tandingan-tandingan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah?” [Asy-Syuura: 21]
Dia juga akan menyaksikan dicium dan diusapnya Hajar Aswad dan diusapnya Rukun Yamani. Tidaklah datang dari syari’at Islam yang menganjurkan untuk mencium atau mengusap batu-batuan atau bangunan kecuali pada dua tempat (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) ini saja.

Ketika Umar bin Al-Khaththab mencium Hajar Aswad, beliau menerangkan bahwa perbuatan yang beliau lakukan tersebut adalah semata-mata mengikuti contoh Rasulullah sahallallahu ‘alaihi wasallam tatkala mencium Hajar Aswad. Kemudian beliau mengatakan kepada Hajar Aswad:
ولولا أني رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يقبلك ما قبلتك
“Kalaulah seandainya aku tidak melihat Nabi menciummu, niscaya aku tidak akan melakukannya.”

Seorang jama’ah haji akan menyaksikan dalam pelaksanaan ibadah hajinya tersebut pertemuan akbar kaum muslimin, yaitu pada hari Arafah di padang Arafah, saat para jama’ah haji berwukuf secara bersama-sama di tempat itu dalam keadaan bertalbiyah dan bertahlil kepada Allah, memohon kebaikan dunia dan akhirat.

Pertemuan akbar kaum muslimin ini akan mengingatkan mereka kepada padang mahsyar di hari kiamat yang semua umat manusia dari awal (zaman) sampai akhir (zaman) bertemu dan berkumpul di tempat tersebut, menunggu keputusan Allah untuk kemudian mereka menuju tempat tujuan yang terakhir sesuai dengan amalan-amalan yang mereka kerjakan. Apabila mereka mengamalkan amalan-amalan yang baik maka akan mendapatkan balasan kebaikan, dan jika mereka mengamalkan amalan-amalan yang jelek maka akan mendapatkan balasan kejelekan.

 Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku hamba dan utusan Allah, memintakan syafaat kepada Allah untuk mereka, agar Allah segera memberi keputusan-Nya. Maka Allah pun memberikan syafaat-Nya (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Itulah Al-Maqamul Mahmud (kedudukan yang terpuji), yang semua umat manusia mulai dari awal (zaman) sampai akhir (zaman) memberikan pujian atas beliau. Dan Inilah yang disebut dengan Asy-Syafa’atul ‘Uzhma, yang dikhususkan hanya untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak ada seorang pun yang memilikinya baik dari kalangan malaikat yang didekatkan maupun para nabi yang diutus.

Dan dalam pertemuan akbar umat Islam tersebut, baik di padang Arafah maupun di tempat-tempat  pelaksanaan ibadah haji yang lainnya, kaum muslimin dari penjuru timur dan barat saling bertemu, mereka saling berkenalan dan memberikan nasehat, serta sebagian mereka mengetahui keadaan sebagian yang lainnya. Mereka bersama-sama dalam suasana kegembiraan dan rasa senang, sebagaimana sebagian mereka bersama-sama dengan sebagian yang lain ketika mengalami sakit, sehingga mereka menunjukkan apa yang sudah semestinya mereka lakukan kepada orang lain. Dan mereka juga saling menolong di atas kebaikan dan ketakwaan sebagaimana yang telah Allah ta’ala perintahkan.

Inilah beberapa (sebagian) manfaat yang aku sebutkan dari keseluruhan manfaat yang banyak sekali, yang secara umum telah Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
 لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.” [Al-Hajj: 28]

Manfaat terbesar bagi seorang muslim setelah dia selesai dari pelaksanaan ibadah haji adalah hendaknya ia berusaha agar ibadah hajinya tersebut diterima, dan hendaknya keadaan dirinya setelah menunaikan ibadah haji adalah lebih baik daripada sebelumnya. Sehingga dia berusaha untuk menjadikan ibadah hajinya sebagai langkah awal di dalam melakukan berbagai perubahan dirinya, baik dalam hal perilaku hidup maupun amalan-amalan kesehariannya, dia mengubah kejelekan dirinya dengan kebaikan dan mengubah dirinya dari kebaikan kepada keadaan yang lebih baik lagi.

Dan hanya kepada Allah tempat memohon semoga Dia memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin agar mereka diberi kefahaman dalam urusan agama mereka dan kekokohan di atasnya, dan agar Allah mengokohkan kedudukan kaum muslimin di muka bumi, serta menolong mereka atas musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penolong dan Maha Mampu atas itu semua.

 وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وص

KEUTAMAAN SHOLAWAT MENURUT DALIL DALIL YANG SHAHIIH (I)

KEUTAMAAN SHOLAWAT MENURUT DALIL DALIL YANG SHAHIIH (I)


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Sebetulnya banyak sekali bahasan tentang Sholawat. Ada Kitab khusus yang berkenaan dengan itu, yaitu Kitab Jalaa’ul Al Afhaam Fishsholaati ‘Alaa Khoiril Anaam yang ditulis oleh Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله. Kitab itu tebal, sehingga tidak mungkin kita bahas satu per satu baik huruf maupun halamannya dalam waktu yang singkat, oleh karena itu pembahasan akan kita ambil dari Kitab At Ta’addub Ma’a Rosuulillaahi Fi Dhou’i Al Kitaabi Was Sunnah (Sopan Santun terhadap Rosuulullooh Menurut Al Qur’an dan As Sunnah) yang ditulis oleh Syaikh Hasan Nur Hasan.
Dalam Kitab tersebut, Syaikh Hasan Nur Hasan menulis, bahwa bila dibagi-bagi bahasannya, maka tidak akan kurang dari 5 bahasan yakni:
1. Pengertian Sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم secara bahasa maupun secara istilah
2. Hukum Syar’ie dalam mengucapkan Sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم
3. Redaksi-Redaksi yang terdapat dalam riwayat-riwayat mana yang mengajarkan tentang Sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم.
Kita tahu bahwa Sholawat itu adalah Ibadah. Karena merupakan Ibadah, maka tidak boleh mengarang sendiri. Harus ada contoh atau tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan contoh itu sudah ada dan sudah lengkap, serta contoh itu juga harus lah menurut Hadits-Hadits Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang shohiih.
4. Kapan dan dimana kita disyari’atkan mengucapkan Sholawat itu.
5. Pahala dan apa yang akan kita dapat, kalau kita mengucapkan Sholawat.

Bahasannya mungkin tidak dapat selesai dalam satu kali tulisan, tetapi bisa dalam beberapa kali. Namun dalam mengkaji Ilmu memang harus bersabar dan kontinyu, dan insya Allooh bahasan akan kita sederhanakan agar praktis dan dapat diketahui serta dengan mudah diamalkan apa yang menjadi Syari’at dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berkenaan dengan Sholawat.

Pengertian Sholawat
Sholawat dalam bahasa Arab adalah Ash Sholat (الصلاة). Tetapi pengertian umum di negeri kita Indonesia ini, Sholat adalah sholat lima waktu, yaitu yang disebut juga dengan Ash Sholawat Al Maktuubah (الصلوات المكتوبة), atau Sholawat Al Mafruudhoh (الصلوات المفروضة).
Sedangkan yang berkenaan dengan bahasan kita, yaitu Ash Sholat (Sholawat), biasanya ada kalimat berikutnya yaitu “’Alaa”, menjadi: Ash Sholaatu ‘Alan Nabi (الصلاة على النبي), Ash Sholaatu ‘Alar Rosuulillaah صلى الله عليه وسلم الصلاة على رسو الله)), atau Ash Sholawatu ‘Alan Nabi (الصلوات على النبي), Ash Sholawatu ‘Alar Rosuulillaah صلى الله عليه وسلم (الصلوات على رسول الله).
Tetapi, dalam bahasa Indonesia biasanya digunakan kata: Sholawat.
Dalam bahasa Arab, Al Imaam Al Jauhary, Imaam Fairuz Abadiy dan Imaam-Imaam yang lain menyebutkan bahwa yang dimaksud Ash Sholat (Sholawat) secara bahasa, artinya adalahDo’a (Permohonan).
Dalam kamus yang lain, Sholawat juga berarti:
-          Du’aa (Permohonan)
-          Rohmah (Kasih Sayang)
-          Istighfaar (Permohonan ampun kepada Allooh سبحانه وتعالى)
-          Ta’dziim (Pengagungan, penghormatan, sanjungan)
Maka, para ‘Ulama menyatakan bahwa Ash Sholat (Sholawat) bermakna gabungan, yaitu bisa bermakna: Do’a, Kasih Sayang, Permohonan Ampun dan Pengagungan atau Permohonan Barokah dari Allooh سبحانه وتعالى.
Yang paling sering kita pahami adalah Sholat itu berarti Do’a. Bahwa Sholat lima waktu, misalnya, diartikan sebagai Do’a. Karena memang bila kita renungkan, bahwa Sholat lima waktu itu sejakTakbiirotul Ihroom sampai dengan Salaam isinya adalah Do’a. Bahkan selesai sholat pun, kita masih berdo’a Astaghfirullooh, Astaghfirulloooh, Astaghfirullooh, dan seterusnya. Itu semua adalah Do’a.
Adapun pengertian Sholat (Sholawat) atas Nabi صلى الله عليه وسلم, menurut para ‘Ulama maksudnya adalah: “Sanjungan yang baik dari Allooh سبحانه وتعالى kepada Rosuululloohصلى الله عليه وسلم”.
Maka kalau kita membaca dalam Al Qur’an Surat Al Ahzaab (33) ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Artinya:
Sesungguhnya Allooh dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Maksudnya adalah bahwa Allooh سبحانه وتعالى menyanjung, memuji Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Itulah seperti yang dikatakan oleh Al Imaam Fairuuz Aabaadiy.

Oleh Imaam yang lain, yaitu Al Imaam Al Jurjaani dalam Kitabnya At Ta’rifaat, beliau mengatakan:
Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم maksudnya adalah memohon kepada Alloohسبحانه وتعالى agar mengagungkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم baik di dunia maupun di akhirat.”

Beberapa penjelasan, misalnya adalah perkataan para ‘Ulama yang lain yaitu Al Qodhy Ismaa’iil Al Jahdzomiy, beliau menukil perkataan Abul ‘Aaliyah رحمه الله (sala seorangTaabi’iin), bahwa Sholawat Allooh سبحانه وتعالى kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maksudnya adalah memuji (menyanjung)Allooh سبحانه وتعالى memuji, menyanjung Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tetapi Sholawat Malaikat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maksudnya adalah mendo’akan.

Imaam Adh Dhohaak, beliau dari kalangan Ahli Tafsir Al Qur’an dan beliau juga adalah Ahli Hadiits, beliau mengatakan: “Allooh سبحانه وتعالى mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maksudnya adalah Allooh سبحانه وتعالى melimpahkan kasih sayang-Nya kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan kalau Malaikat mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم maksudnya adalah mendo’akan.”
Lalu kata beliau lagi, “Sholat Allooh سبحانه وتعالى kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, artinya adalah Pemberian ampunan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sedangkan dari Malaikat maknanya adalah berdo’a.”

Kesimpulannya:
Sholawat Allooh سبحانه وتعالى terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maknanya adalah: Sanjungan, Kasih-Sayang, Ampunan.
Sholawat Malaikat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maknanya adalah: Mendo’akan.
Perkataan Imaam yang lainnya, yaitu Al Imaam Al Haliimiy, penulis Kitab Al Minhaaj, yang diringkas oleh Al Imaam Al Baihaqy رحمه الله dalam Kitab Syu’abul ‘Iimaan, beliau mengatakan: “Kalau kita mengucapkan “Alloohumma Sholli ‘alaa Muhammad”, artinya Sholawat kita kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu bermakna: Mendo’akan untuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمsupaya Allooh سبحانه وتعالى mengagungkan, meninggikan derajat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan memohon semua itu dari Allooh سبحانه وتعالى.”
Jadi, bukan berarti kita yang mengagungkan, meninggikan derajat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, karena kita tidak bisa melakukan semua itu.

Hanya Allooh سبحانه وتعالى yang bisa melakukannya. Dengan demikian, yang benar adalah: Kita memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى : “Ya Allooh, agungkanlah dan tinggikanlah derajat serta berikanlah ampunan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”

Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله dalam Kitabnya yakni Kitab Jalaa’ul Al Afhaam Fishsholaati ‘Alaa Khoiril Anaam, beliau mengatakan:
Sholawat yang diperintahkan kepada kita adalah memohon, meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى yaitu tentang apa yang Allooh سبحانه وتعالى beritakan bahwa Allooh سبحانه وتعالى mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Malaikat mengucapkan sholawat atas Rosuululloohصلى الله عليه وسلم. Berita ini adalah memohon supaya Allooh سبحانه وتعالى menyanjung, menyatakan, menampakkan keutamaan, kemuliaan dan mendekatkan Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم dengan Allooh سبحانه وتعالى.”

Karena itu, Sholawat yang dimaksudkan bahwa didalamnya mengandung berita sekaligus permohonan (do’a) itu mempunyai 2 (dua) perkara:
1. Bahwa Sholawat kita adalah menyanjung, menyebut berbagai kemuliaan dan keutamaan, serta menginginkan dan mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan berharap yang demikian pula dari Allooh سبحانه وتعالى.
Dengan demikian maka ada 2 makna yaitu: Allooh سبحانه وتعالى memberitahukan bahwa Dia (Alloohسبحانه وتعالى) mengucapkan Sholawat dan kita hendaknya juga mengucapkan Sholawat, sebagaimana hal itu telah diperintahkan-Nya dalam Surat Al Ahzaab (33) ayat 56.
2. Dari kita juga disebutkan Sholawat, adalah agar kita memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى supaya Dia (Allooh سبحانه وتعالى) mengucapkan Sholawat yang artinya adalah menyanjung, mengagungkan, memuliakan serta meninggikan derajat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Kesimpulan:
Yang dimaksudkan dengan Sholawat adalah:
1. Sholawat dari Allooh سبحانه وتعالى kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
2. Sholawat dari Malaikat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
3. Sholawat dari kita (manusia) kepada Rosuullooh صلى الله عليه وسلم.

Hukum Ber-Sholawat
Landasannya adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Ahzaab (33) ayat 56, sebagaimana telah dijelaskan diatas. Yaitu Allooh سبحانه وتعالى dan Malaikat memberikan sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan memerintahkan kita (manusia) agar juga ber-sholawat kepada beliau صلى الله عليه وسلم.
Bahkan bukan hanya ber-sholawat, tetapi juga merupakan Salam untuk beliau صلى الله عليه وسلم.
Jadi ada 2 bahasan yaitu Sholawat dan Salam. Tentang Salam, kita lebih mengenalnya sepertiAssalamu’alaikum, Assalamu’alaika, Assalamu ‘alan Nabiy Warohmatulloohi Wabarokaatuhu. Itu lebih kita kenal dan mudah dipahami, maka hal ini tidak akan dibahas secara panjang lebar. Namun demikian, insya Allooh tetap akan kita bahas.
Karena Allooh سبحانه وتعالى memberikan sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, serta memerintahkan kepada orang-orang yang beriman supaya juga mengucapkan sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Dengan demikian, kita harus meyakini bahwa mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah perintah Allooh سبحانه وتعالى. Bahkan juga merupakan perintah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena itu, bila ada orang yang menyatakan bahwa ia tidak suka dan benci Sholawat, maka itu adalah Salah dan berarti ia bukanlah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.

Karena Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu meyakini kebenaran Al Qur’an dan Hadiits.
Al Qur’an memerintahkan, lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun memerintahkan. Hal ini menunjukkan bahwa Sholawat itu DIAJARKAN.
Karena diajarkan, maka Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah meyakini bahwa Sholawat itu adalah Ibadah.
Oleh karena merupakan Ibadah, maka kita tidak boleh menggunakan hawa-nafsu atau perasaan atau emosi.
Kalau ada orang yang tidak suka “ber-sholawat sesuai dengan sholawat yang banyak beredar di masyarakat”, maka orang tersebut dikatakan “Kamu benci sholawat ya?”, “Kamu bukan Ahlus Sunnah..” dan seterusnya.

Padahal, hendaknya caci maki tersebut ditahan terlebih dahulu, jangan emosional, tetapi hendaknya dipahami mengapa orang tersebut enggan mengucapkan “sholawat sebagaimana yang banyak beredar di masyarakat (seperti: sholawat Nariyah, sholawat Badriyah dll)”.

Hal tersebut adalah karena orang tersebut tidak mau mengucapkanSholawat yang redaksinya tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم atau Sholawat yang tidak Syar’ie sebagaimana yang banyak beredar di masyarakat. Jadi jangan disalah pahami. Bukannya karena dia tidak mau ber-sholawat, tetapi Redaksi Sholawat itu harus lah sesuai tuntunan dan contoh dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Jadi dia tidak mau ber-sholawat dengan redaksi sholawat hasil “karangan manusia”, karena Sholawat itu adalah Ibadah, maka Redaksi (kata-kata) Sholawat itu HARUSLAH yang sesuai dengan Hadits yang Shohiih karena itulah yang berasal dari Wahyu.
Oleh karena itu, sebelum mencaci maki seseorang yang tidak mau ber-“sholawat sebagaimana sholawat yang beredar di masyarakat”, hendaknya dipahami dahulu dengan ‘Ilmu (dien) apa alasannya sehingga dia tidak mau bersholawat dengan redaksi sholawat-sholawat  buatan manusia yang tidak ada landasan dalilnya sama sekali.
Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah meyakini bahwa orang yang membenci ber-Sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu bisa menjadi Kufur, karena berarti ia melawan firman Allooh سبحانه وتعالى.
Hendaknya kita menjadikan Sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah perintah Allooh سبحانه وتعالى, berarti merupakan bagian dari Syari’at Islam, bagian dari Sunnah Rosuul صلى الله عليه وسلم dan bagian dari Ibadah, dimana dengannya kita mendekatkan diri kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Perkataan Para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah
Al Imaam Abu Bakr Al ‘Aamiry, beliau mengatakan: “Ada pun hukum mengucapkan Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم adalah Wajib dengan Ijma’. Jadi Ahlus Sunnah meyakininya sebagai Ijma’. Maka Al Qur’an memerintahkan, As Sunnah memerintahkan dan Ijma’ (kesepakatan para ‘Ulama) juga mengatakan bahwa Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم itu Wajib hukumnya.”
Berarti orang yang tidak ber-sholawat kepada Rosuul صلى الله عليه وسلم itu bisa dikenakan hukum berdosa. Mengapa disebut Wajib? Karena perkara Sholawat itu telah diperintahkan berdasarkan ayat yang mulia seperti telah dijelaskan diatas yakni dalam QS. Al Ahzaab (33) ayat 56.
Akan tetapi Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم itu tidak ditentukan waktunya maupun bilangannya. Berarti tidak boleh ada orang yang membuat ketetapan sendiri bahwa Sholawat itu hendaknya dilakukan pada malam Jum’at dengan sekian kali jumlahnya, dan seterusnya. Karena ketetapan seperti itu tidak ada. Sholawat adalam Ibadah, jadi harus berlandaskan kepada daliil yang shohiih. Tidak boleh kita mengamalkan sesuatu yang tidak ada landasannya dari Wahyu sama sekali.

Al Imaam As Sakhoowiy رحمه الله, menukil dari guru beliau yang bernama Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله (Imaam dari madzab Asy Syaafi’iy), kata beliau: “Hukum Sholawat atas Nabi itu ada 10 pendapat:
1. Anjuran (Mustahabbah)
2. Wajib secara umum, tanpa ada batas, minimal satu kali.
3. Wajib satu kali seumur hidup, seperti mengucapkan kalimat Asyhaadu ‘alaa Illaaha Illallooh wa asyhaadu anna Muhammadur Rosuulullooh.
Artinya, kalau ada orang yang seumur hidupnya mengucapkan sholawat kepada Rosuul صلى الله عليه وسلم itu sekali-kalinya, maka ia tidak berdosa. Karena ia telah pernah mengucapkan Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم.
4. Wajib minimal dalam satu kali duduk ketika orang mengakhiri sholat antara ia mengucapkanTasyaahud dan Salaam.
5. Wajib hanya dalam Tasyaahud, sedangkan diluar Tasyaahud maka sholawat itu tidak Wajib. Semua sholawat diluar Tasyaahud adalah Sunnah.
6. Wajib dalam sholat, tetapi tidak  ada ketentuan tempatnya (Yang ini sudah terangkum dalam pendapat ke-4 diatas). 
7. Sholawat hendaknya diperbanyak, tanpa boleh menentukan jumlah (banyak) bilangannya.
8. Wajib ketika disebut nama Muhammad (Rosuulullooh). Setiap kita mendengar nama Nabi (Rosuul) Muhammad disebut, maka kita wajib mengucapkan Sholawat.
9. Wajib dalam satu kali Majlis (duduk), kita hendaknya mengucapkan sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم adalah satu kali. Kalau Majlis (duduknya) berulang-ulang, maka Sholawatnya juga berulang-ulang.
10. Wajib dalam setiap berdo’a. Do’a akan menjadi “mandul”, bila tidak disertai ucapan Sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Maka, adab dalam berdo’a adalah:
-          Memuji Allooh سبحانه وتعالى
-          Beristighfar
-          Mengucapkan Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم lalu berdo’a (atau do’anya ditutup dengan Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم).
Kalau dicermati, sebenarnya 10 pendapat tersebut adalah saling melengkapi. Tetapi dalam pelaksanaannya, sesuai dengan Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka sesungguhnya Sholawat itu ada dalam setiap pendapat tersebut.

Menumbuhkan Motivasi
Hendaknya kita menumbuhkn motivasi dalam diri kita bahwa kita cinta untuk mengucapkanSholawat dan tidak bakhil (kikir), maka dibawah ini akan disampaikan berbagai daliil dan nashyang mendorong seseorang untuk rajin dan tidak bakhil dalam mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam bentuk menjelaskan keutamaannya.
Keutamaan mengucapkan Sholawat antara lain adalah sebagai berikut:
Menurut Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله dalam Kitabnya: “Sesungguhnya orang yang memohon agar Allooh سبحانه وتعالى memberi sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمadalah termasuk do’a yang paling besar dan paling bermanfaat bagi diri orang tersebut, baik di dunia maupun di akhirat.”
Dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 939, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
Artinya:
Barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka Allooh akan balas dengan sepuluh kali lipat.”
Dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 875, dari Shohabat bernama ‘Abdullooh bin Amru bin Al ‘Ash رضي الله عنه, ia berkata: “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
Artinya:
Jika kalian mendengar mu’adzin (– mengucapkan adzan – pent.), maka katakanlah seperti yang diucapkan oleh mu’adzin. Kemudian ucapkanlah oleh kalian sholawat atasku. Barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka Allooh akan membalas (pahala) sholawat atasnya sepuluh kali lipat.

Dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2457, lalu beliau berkata bahwa Hadits ini Hasan Shohiih, demikian pula Syaikh Nashiruddin Al Albaany berkata bahwa Hadits ini Hasan, dari Shohabat Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه, beliau berkata,
 يا رسول الله إني أكثر الصلاة عليك فكم أجعل لك من صلاتي ؟ فقال ما شئت قال قلت الربع قال ما شئت فإن زدت فهو خير لك قلت النصف قال ما شئت فإن زدت فهو خير لك قال قلت فالثلثين قال ما شئت فإن زدت فهو خير لك قلت أجعل لك صلاتي كلها قال إذا تكفى همك ويغفر لك ذنبك
Artinya:
Ya Rosuulullooh, sesungguhnya aku memperbanyak sholawat atasmu, berapa banyak yang harus aku ucapkan sholawat atas engkau itu?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Semaumu”.
Lalu aku (Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه) berkata, “Apakah seperempat?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Semaumu, kalau engkau tambah maka itu lebih baik.”
Aku (Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه) bertanya, “Bagaimana kalau setengah?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Semaumu, kalau engkau tambah, maka itu lebih baik.”
Aku (Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه) bertanya lagi, “Bagaimana kalau dua pertiga?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Semaumu, kalau engkau tambah, maka itu lebih baik.”
Kata Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه, “Aku jadikan sholawat semua untukmu ya Rosuulullooh.”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Insya Allooh Ta’alaa ucapan yang engkau ucapkan itu akan mencukupi kemauanmu.
Demikianlah, barangsiapa yang mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka Allooh سبحانه وتعالى akan memberi kecukupan atas apa yang menjadi kegundahan dalam hidupnya.
Bahkan dalam sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم selanjutnya: “Dosamu pun akan diampuni.”
Maka bagi siapa yang memiliki banyak problem dalam hidupnya, maka Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun ternyata merupakan bagian dari solusi baginya.

Lalu dalam Hadits Riwayat Al Imaam ‘Abdur Rozzaq رحمه الله no: 3114, dari Shohabat Ya’qub bin Tholhah At Taimy رضي الله عنه, beliau berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أتاني آت من ربي فقال لا يصلي عليك عبد صلاة إلا صلى الله عليه عشرا قال فقال رجل يا رسول الله إلا أجعل نصف دعائي لك قال إن شئت قال ألا أجعل كل دعائي لك قال إذا يكفيك الله هم الدنيا والآخرة
Artinya:
Telah datang kepadaku seseorang yang datang dari Allooh (– maksudnya: Malaikat – pent.),dan berkata, “Siapa saja dari hamba Allooh yang mengucapkan Sholawat atasmu, maka Allooh akan membalas Sholawat itu sepuluh kali lipat.”
Lalu ada orang yang datang dan berkata kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Ya Rosuulullooh, kalau aku jadikan setengah doaku untukmu, bagaimana?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika engkau mau.”
Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana kalau semua do’a itu untukmu, ya Rosuulullooh?
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kalau semua itu engkau lakukan, maka Allooh akan memberimu kecukupan dari apa yang engkau gundahkan di dunia maupun dalam perkara akhirat.”
Dalam Hadits yang disebutkan oleh Al Mundziriy رحمه الله dalam Kitab At Targhiib Wat Tarhiibno: 1657, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
من ذكرت عنده فليصل علي ومن صلى علي مرة صلى الله عليه بها عشرا
Artinya:
Barangsiapa yang aku disebut disisinya, kemudian orang itu mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka Allooh akan gandakan sepuluh kali lipat.”
Dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad dalam Musnad-nya no: 12017, dan menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth bahwa Hadits ini adalah Shohiih dengan Sanad yang Hasan, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
من صلى علي صلاة واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحط عنه عشر خطيئات
Artinya:
Barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka akan Allooh lipatgandakan sepuluh kali dan Allooh hapus sepuluh kesalahan.
Juga dalam Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 9890, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih At Targhiib Wat Tarhiibno: 1657, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
من صلى علي صلاة واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحط عنه بها عشر سيئات ورفعه بها عشر درجات
Artinya:
Barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka akan Allooh lipat-gandakan menjadi sepuluh kali dan dihapus sepuluh kejelekan, dan ditinggikan derajatnya sepuluh derajat.”
Dan dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dalam Kitab Al ‘Aadaabul Mufrood no: 642, menurut Syaikh Nashiruddin Al Albaany Hadits ini adalah Hasan, dari Shohabat Anas dan Maalik bin Aus Al Hadatsaan رضي الله عنهما,
أن النبي صلى الله عليه و سلم خرج يتبرز فلم يجد أحدا يتبعه فخرج عمر فاتبعه بفخارة أو مطهرة فوجده ساجدا في مسرب فتنحى فجلس وراءه حتى رفع النبي صلى الله عليه و سلم رأسه فقال أحسنت يا عمر حين وجدتني ساجدا فتنحيت عني ان جبريل جاءني فقال من صلى عليك واحدة صلى الله عليه و سلم عشرا ورفع له عشر درجات
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم keluar untuk buang air besar. Tidak ada yang mengikuti beliau صلى الله عليه وسلم, akhirnya ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه yang mengikutinya sambil membawa air satu bejana untuk bersuci bagi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Ketika itu beliau صلى الله عليه وسلم menundukkan kepala, lalu ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه berdehem (memberi isyarat), sambil duduk dibelakang beliau صلى الله عليه وسلم. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kemudian mengangkat kepalanya, dan bersabda,
Bagus sekali engkau wahai ‘Umar. Dalam keadaan aku mencari air, engkau membawakan aku air. Jibril datang kepadaku dan mengatakan, “Barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka Allooh akan lipat-gandakan menjadi sepuluh kali, dan Allooh akan angkat derajatnya sepuluh derajat.”

Masih banyak lagi Hadits-Hadits yang sama dan mirip dengan Hadits diatas, yang memberikan petunjuk kepada kita bahwa Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم itu demikian tinggi nilainya, mudah untuk diamalkan tetapi sangat besar pahala dan keutamaannya.

Lalu dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 1664, menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth Hadits ini adalah Hasan Lighoirihi:
عن عبد الرحمن بن عوف قال : خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم فتوجه نحو صدقته فدخل فاستقبل القبلة فخر ساجدا فأطال السجود حتى ظننت ان الله عز و جل قد قبض نفسه فيها فدنوت منه فجلست فرفع رأسه فقال من هذا قلت عبد الرحمن قال ما شأنك قلت يا رسول الله سجدت سجدة خشيت ان يكون الله عز و جل قد قبض نفسك فيها فقال ان جبريل عليه السلام أتاني فبشرني فقال ان الله عز و جل يقول من صلى عليك صليت عليه ومن سلم عليك سلمت عليه فسجدت لله عز و جل شكرا
Artinya:
Dari Shohabat ‘Abdurrohman bin ‘Auf رضي الله عنه, beliau berkata, “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم keluar menuju ke tempat shodaqoh, lalu masuk kemudian menghadap Kiblat dan sujud dan memanjangkan sujudnya. Aku mengira bahwa Allooh سبحانه وتعالى telah mencabut nyawanya disaat sujud, maka aku mendekatinya dan duduk, maka tiba-tiba Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kepalanya dan bertanya, “Siapa ini?”
Aku menjawab, “’Abdurrohmaan.”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bertanya, “Apa urusanmu?”
Aku menjawab, “Ya Rosuulullooh, engkau sujud dengan sujud dimana aku takut Allooh سبحانه وتعالى telah mencabut nyawamu.”
Maka beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Sesungguhnya Jibril datang kepadaku membawa berita gembira dan berkata,“Sesungguhnya Allooh berfirman, barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasmu, wahai Muhammad, dan mengucapkan salam padamu, maka aku (Jibril) pun memberi sholawat dan salam untuk orang itu. Maka aku sujud kepada Allooh سبحانه وتعالى sebagai bagian dari syukurku kepada-Nya.”

Juga dalam suatu Hadits sebagaimana dinukil oleh Al Jahdhomy dalam Kitab beliau bernamaFadhlus Sholaat ‘Alan Nabiy no:10, dengan derajat Hasan Lighoirihi, dari Shohabat ‘Abdurrohmaan bin Auf  رضي الله عنه,
عن ابن عوف قال : كان لا يفارق فئ النبي صلى الله عليه وسلم بالليل والنهار خمسة نفر من أصحابه أو أربعة لما ينوبه من حوائجة قال فجئت فوجدته قد خرج فتبعته فدخل حائطا من حيطان الأسواف فصلى فسجد سجدة أطال فيها فحزنت وبكيت فقلت لأرى رسول الله صلى الله عليه وسلم قد قبض الله روحه قال فرفع رأسه وتراءيت له فدعاني فقال : مالك قلت يا رسول الله سجدت سجدة أطلت فيها فحزنت وبكيت وقلت لأرى رسول الله صلى الله عليه وسلم قد قبض الله روحه قال : ( هذه سجدة سجدتها شكرا لربي فيما آتاني في أمتي من صلى علي صلاة كتب الله له عشر حسنات )
Artinya:
Ada 5 orang atau 4 orang sahabat yang tidak pernah berpisah dari fa’i (– harta rampasan perang – pent.) baik di malam hari maupun di siang hari, karena bergiliran memenuhi kebutuhan.”
Beliau (‘Abdurrohman bin Auf) berkata, “Aku datang dan menemui Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمtetapi beliau telah keluar, maka aku ikut dan masuklah pada suatu ladang, sehingga beliau صلى الله عليه وسلم sholat dengan sujud yang beliau صلى الله عليه وسلم panjangkan. Sehingga aku sedih dan menangis dan berkata, ‘Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah dicabut nyawanya oleh Allooh سبحانه وتعالى .
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sujud ini kulakukan sebagai syukurku kepada Robb-ku, disebabkan datangnya pada dalam ummatku, “Barangsiapa yang mengucapkan sholawat atasku satu kali, maka Allooh سبحانه وتعالى akan mencatat untuknya sepuluh kebajikan.”

Lalu dalam suatu Hadits sebagaimana dinukil oleh Al Jahdhomy dalam Kitab beliau bernamaFadhlus Sholaat ‘Alan Nabiy no: 978, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Abi Tholhah dari ayahnya رضي الله عنهما, beliau berkata,
خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم والبشر يرى في وجهه فقلنا يا رسول الله نرى البشر في وجهك فقال إنه أتاني الملك فقال إن ربك يقول يا محمد أما يرضيك إلا يصلي عليك أحد من أمتك إلا صليت عليه عشرا ولا يسلم عليك إلا سلمت عليه عشرا 
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم keluar kepada kami dengan terlihat pada wajahnya sangat berseri-seri.
Maka kami katakan, “Ya Rosuulullooh, kami melihat pada wajah engkau terdapat sesuatu perkara yang menggembirakan.”
Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya, karena telah datang kepadaku Malaikat yang mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Robb-mu (Allooh سبحانه وتعالى) berfirman, “Apakah engkau ridho wahai Muhammad, karena jika ada seseorang dari ummatmu mengucapkan sholawat atasmu, maka Aku akan mengucapkan kepadanya sepuluh kali. Kalau orang itu mengucapkan salam kepadamu satu kali, maka Aku akan mengucapkan kepadanya sepuluh kali.”
Demikianlah, begitu banyak dalil yang memberikan petunjuk kepada kita agar kita bergiat serta memperbanyak mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena demikian banyak pahala dengan ucapan Sholawat tersebut.
Adapun Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله didalam Kitabnya, menjelaskan bahwa ada 19 (Sembilan belas) faedah dan keuntungan dari mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut, yaitu:
  1. Berarti kita melaksanakan apa yang menjadi perintah Allooh سبحانه وتعالى
  2. Kita bersesuaian dengan Allooh سبحانه وتعالى, walaupun Sholawat Allooh سبحانه وتعالى kepada Rosuul صلى الله عليه وسلم itu berbeda arti dengan Sholawat kita kepada Rosuul صلى الله عليه وسلم, tetapi Allooh سبحانه وتعالى mengucapkan Sholawat dan kita pun mengucapkan Sholawat.
  3. Bersesuaian dengan Malaikat, yang juga mengucapkan Sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
  4. Kita akan mendapatkan 10 kali Sholawat dari kita yang sekali mengucapkan Sholawattersebut.
  5. Kita akan ditingkatkan menjadi 10 (sepuluh) derajat lebih tinggi dengan sekali ber-sholawat.
  6. Kita dicatat mendapat 10 (sepuluh) kebajikan dari sekali ber-Sholawat.
  7. Kita dihapus 10 (sepuluh) kesalahan, setiap kali kita mengucapkan Sholawat.
  8. Bila orang berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka diharapkan dengan mengucapkan Sholawat atas Rosuul صلى الله عليه وسلم, maka do’anya akan di-ijabah (dikabulkan) oleh Allooh سبحانه وتعالى
  9. Menyebabkan orang mendapatkan Syafa’at dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  (atas izin Allooh سبحانه وتعالى) di akherat
  10. Menjadi penyebab pengampunan dosa dari Allooh سبحانه وتعالى
  11. Menyebabkan Allooh سبحانه وتعالى memberikan kecukupan kepada orang yang ber-Sholawat.
  12. Menyebabkan orang dekat dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di akherat
  13. Menyebabkan langgengnya (kekalnya) cinta seseorang kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
  14. Menyebabkan seseorang senang kepada manusia, yaitu mencintai sesama orang yang juga mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
  15. Penyebab terbukanya pintu hidayah bagi orang yang mengucapkan Sholawat. Bahkan hatinya menjadi hidup, peka (sensitif) terhadap hal-hal yang baik.
  16. Termasuk mengucapkan dan menyebutkan nama orang yang membacakan Sholawat itu sendiri.
  17. Merupakan ucapan dari rasa syukur karena Allooh سبحانه وتعالى memberikan kepada kita sehat wal afiyat, kesempatan, rizqy dan seterusnya; yang mana Allooh سبحانه وتعالى memerintahkan kita untuk ber-Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
  18. Mengandung ingatan, rasa terimakasih, dan pengakuan bahwa Allooh سبحانه وتعالى memberi kenikmatan anugerah kepada hamba-Nya dengan cara Allooh سبحانه وتعالى mengutus Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم. Dengan diutusnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka kita ber-Sholawatdan akhirnya kita pun mendapatkan berbagai kebaikan.
  19. Sholawat kepada Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم merupakan do’a dari hamba kepada Allooh سبحانه وتعالى. Do’a yang merupakan permintaan dan do’a yang merupakan ibadah.
Mudah-mudahan setelah penjelasan diatas, kita terbangkit untuk selalu mengucapkan Sholawatatas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Adapun Redaksi Sholawat, mana yang shohiih dan mana yang tidak, insya Allooh akan dibahas pada pertemuan yang akan datang.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته